Kelvin Anggara

220px-Kelvin_Anggara

Kelvin Anggara (lahir di Medan, Sumatera Utara, Indonesia, 10 November 1990; umur 25 tahun) adalah peraih medali emas dalam Olimpiade Kimia Internasional 2008. Dia berhasil mempersembahkan medali emas pertama bagi Indonesia dalam Olimpiade Kimia Internasional sejak keikutsertaan Indonesia pada tahun 1997.

Medali Emas yang diperoleh Kelvin di IChO ke-40 tahun 2008

Dalam Olimpiade Kimia Internasional (bahasa Inggris: International Chemistry Olympiad atau disingkat IChO) ke-40 di Budapest,Hongaria pada 1221 Juli 2008, Tim Olimpiade Kimia Indonesia yang mengirimkan 4 peserta berhasil memperoleh 1 medali emas, 1 perak, dan 1 perunggu. Medali emas diraih Kelvin Anggara (SMA Sutomo 1 Medan), medali perak diraih Vincentinus Jeremy Suhardi(SMA St. Louis 1 Surabaya), dan medali perunggu diraih Ariana Dwi Candra (SMAN 1 Pati, Jawa Tengah).

Hasil perolehan medali Indonesia dalam kompetisi internasional yang diikuti oleh 260 peserta dari 73 negara tersebut cukup mengejutkan dan di luar dugaan karena pada awalnya Indonesia hanya menargetkan meraih 2 medali perak dan 2 perunggu.

Dia memperoleh beasiswa penuh dari Universitas Nasional Singapura (National University of Singapore atau NUS). Dia mengambil jurusan Science di Faculty of Science. Dia sekarang tinggal di asrama King Edward VII (King Edward VII Hall). Dia sekarang selain melanjutkan studinya, dia juga berperan aktif di kehidupan sebagai mahasiswa bersama teman-teman semasa SMA-nya yang ikut melanjutkan studi ke Singapura.

Nama “Kelvin” sendiri artinya adalah bermuara pada cawan anggur atau pada nama bahasa Inggris artinya adalah “sahabat kapal” atau “seorang pria dari sungai”.Nama ini berasal dari bahasa Skotlandia. Sementara nama “Anggara” sendiri merupakan sebuah nama marga dari keluarganya sendiri.

Prestasi

Catatan kaki

  • Catatan 1: Dia memperoleh beasiswa penuh di NUS sebelum berhasil mendapatkan medali emas di Olimpiade Kimia Internasional (IChO)

kevin-anggara


Sumber :   http://majalahinovasi.com/wp-content/uploads/2013/11/kevin-anggara.jpg , https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/a/a3/Kelvin_Anggara.jpg/220px-Kelvin_Anggara.jpg , and https://id.wikipedia.org/wiki/Kelvin_Anggara

Irfan Haris, Medali Emas Olipiade Biologi Internasional

irfan haris

Prestasi Irfan Haris, pelajar asal SMAN 1 Pringsewu, yang meraih medali emas pada pada Olimpiade Biologi Internasional, menyejukkan Lampung. Prestasi bocah udik itu sangat membanggakan. Betapa tidak, dia menempati urutan ke-6 dari 233 peserta yang berasal dari 60 negara. Irfan menempati posisi tertinggi dari empat utusan asal Indonesia.

Prestasi membanggakan tersebut tidak diraih dengan mudah, tetapi membutuhkan proses dan perjuangan panjang. Putra sulung dari empat bersaudara pasangan Hariyadi dan Bariah ini terobsesi menjadi seorang dokter. Beasiswa dari Depdiknas dari S-1, S-2, hingga S-3 akan dia manfaatkan untuk mewujudkan cita-cita mulianya tersebut.

“Saya ingin melanjutkan ke UI, ITB atau UGM. Untuk (Fakultas) Kedokteran, mungkin saya akan memilih UGM atau UI. Namun, jika tidak, saya memilih menjadi ahli biologi dan memilih kuliah di ITB,” kata Irfan sambil tersenyum manis.

Irfan Haris 1

Pemuda pendiam dan cerdas ini mengaku memiliki IQ 137 poin. Namun, karena sejak kecil dia terus didukung oleh ayah-ibunya untuk memberikan yang terbaik, prestasinya terus bersinar. Selain rajin belajar, Irfan juga dikenal rajin beribadah. Bahkan, hingga saat ini dia tidak pernah melewatkan waktu selepas magrib hingga menjelang isya untuk mengaji.

Siswa kelas XII SMAN 1 Pringsewu tersebut harus terus belajar dan bekerja keras. Seusai mengikuti IBO ke-21 di Changwon, Korea Selatan, dia harus bergabung dengan Tim OSN Provinsi Lampung untuk mengikuti OSN di Medan awal Agustus mendatang untuk cabang kimia. “Mohon doanya agar sukses,” kata dia merendah.

Menurut Irfan, kedua orang tuanya sangat mendukung kesuksesannya. Sejak dia duduk di bangku SD, dia diarahkan untuk rajin membaca. Kalau akan ulangan, ia ditemani orang tuanya berlatih mengerjakan soal. Jadi, perhatian dari orang tua itu sangat membantu agar kita bisa meraih prestasi terbaik.

Menurut Irfan, bibit unggul dari seluruh Lampung cukup banyak. Bahkan, dari 19 peserta OSN Lampung tahun ini di Medan, 16 di antaranya berasal dari luar Bandar Lampung. Ini berarti, hanya tiga siswa asal Bandar Lampung yang berpartisipasi pada ajang ini.

Irfan mengatakan kondisi Pringsewu yang kondusif untuk belajarlah yang membuatnya tetap bertahan di kota kecil itu. “Sebenarnya ada tawaran untuk sekolah di Bandar Lampung, bahkan di Jakarta. Namun, Pringsewu menurut saya jauh lebih kondusif untuk belajar karena belum banyak gangguan,” kata dia.

Meskipun sangat cerdas dan mampu meraih medali pada setiap Olimpiade, Irfan mengaku kesulitan pada mata pelajaran olahraga dan kesenian. “Jadi, otak kanan saya kurang digali optimal,” kata dia.

Untuk mengejar ketertinggalan pelajaran, Irfan selalu mendapat bahan pelajaran dan ulangan harian yang dikirim via e-mail oleh para guru. Menurut Kepala SMAN 1 Pringsewu Syamsir Kasim, meskipun sering meninggalkan sekolah, prestasi Irfan sangat membanggakan. (SRI WAHYUNI/M-1)

Biodata

Nama : Irfan Haris

Kelahiran : Sidodadi, 21 Februari 1993

Alamat : Jalan Sabalama No. 1215 Pringsewu Selatan, Pringsewu.

Pendidikan : – SDN 1 Pringsewu (2005)

– SMPN 1 Pringsewu (2008)

– SMAN 1 Pringsewu kelas XII

Prestasi:
– medali perunggu Olimpiade Sains Nasional III bidang IPA tingkat SD di Pekanbaru, Riau 2004.
– juara III Lomba Cepat Tepat Matematika dan IPA SMP se-Kabupaten Tanggamus, 2007


Sumber : http://sekolahbeasiswaku.blogspot.co.id/2011/01/irfan-haris-medali-emas-olipiade.html

Ayu Lestari, Nurina Zahra, dan Elizabeth Widya

Ayu Lestari, Nurina Zahra, dan Elizabeth Widya

Prototipe pembersih sampah sungai atau “Turbin Undershoot Penyaring Sampah” tidak lahir dari aktivitas sibuk yang membuat pusing layaknya persiapan Ujian Nasional. Karya yang mengantarkan tiga siswi SMAN 6 Kota Yogyakarta menyabet medali emas kategorigreen technology di ajang International Exhibition for Young Inventor (IEYI) 2013 di Malaysia pada awal Mei lalu itu lahir dari aktivitas gembira dan semangat coba-coba.

Ketiga siswi yang kini duduk di kelas XII itu adalah Nurina Zahra Rahmati, Tri Ayu Lestari, dan Elizabeth Widya Niadianita. Niadianita mengaku tidak ada beban saat mereka merampungkan pembuatan alat itu. Alat itu mulanya juga hanya dibuat untuk memenuhi tugas karya ilmiah pelajaran muatan lokal riset saat mereka duduk di kelas XI. “Modal iseng sih, enggak ribet-ribet amat, kok,” kata Niadianita.

Dia bercerita, ide awal membuat karya untuk memecahkan solusi sampah di sungai merupakan saran guru. Saran itu disampaikan guru pelajaran muatan lokal riset di sekolahnya karena mudah menang kompetisi. “Tapi tidak ada target harus menang juga,” kata dia.

Saran itu mereka kembangkan lewat pengamatan langsung di sungai. Kebetulan, lokasi SMAN 6 Kota Yogyakarta hanya berjarak sekitar 300 meter dari aliran Sungai Code yang membelah kota Yogyakarta. “Di sana memang banyak sampah. Maklum dekat permukiman,” ujar Niadianita.

Mulanya hasil menggali informasi di internet yang dilakukan Niadianita dan dua rekannya tidak memuaskan. “Belum ada alat khusus yang canggih bisa memungut sampah dari sungai,” ujar dia.

Karena terdesak waktu ujian akhir sekolah di penghujung kelas XI, mereka akhirnya menemukan gagasan sederhana, yakni menggerakkan sampah ke penampungan dengan papan berjalan mirip eskalator. Tidak disangka, proposal karya ini ternyata lolos menjadi finalis IEYI 2013 di Malaysia. “Kami sudah kelas XII dan lama tak mengutak-atik alat ini,” ujar dia.

Tri Ayu Lestari, rekan satu tim Niadianita, menambahkan informasi lolosnya karya mereka ke IEYI Malaysia membuat mereka mulai serius menggarap alat ini. “Maklum, kalau menang, kan, hebat. Kelas internasional,” ujar dia.

Ayu mengatakan, mereka kembali mengubek-ubek internet untuk mencari ide agar alat penyaring sampah sungai makin efektif. Konsep “turbin undershoot” akhirnya muncul. “Dengan perangkat ini makin banyak sampah terserah ke arah putaran turbin dan terangkut papan berjalan ke bak sampah,” kata dia. (Begini cara kerja alat penyaring sampah)

Ketiga siswi ini pun mengebut penyempurnaan karya mereka sebulan penuh menjelang tenggat akhir penyusunan laporan karya ilmiah ke panitia IEYI. “Kami kerja banting tulang sekitar sebulan itu,” kata dia. Hasilnya mengejutkan. Mereka memenangi medali emas kategori teknologi hijau. “Kami benar-benar enggak menyangka,” ujar dia.

Selepas memenangi kompetisi, gagasan untuk penyempurnaan alat itu makin menggebu. Ayu membayangkan apabila alat itu terpasang di banyak titik aliran sungai, masalah sampah penyebab banjir bakal tuntas. “Kami mulai berpikir alat ini bisa berguna,” ujar Ayu

8fc9c360f506e15e4ba84ac3c0f70c3b 6-Ayu-Lestari-Nurina-Zahra-dan-Elizabeth-Widya


Sumber :  http://images.detik.com/customthumb/2013/05/13/10/120628_penemu2.jpg?w=780&q=90 , http://suaramerdeka.com/foto_smcetak/8fc9c360f506e15e4ba84ac3c0f70c3b.jpg , http://alumnimaterdei.com/wp-content/uploads/2014/08/6-Ayu-Lestari-Nurina-Zahra-dan-Elizabeth-Widya.jpg , dan  http://tekno.tempo.co/read/news/2013/07/06/061494066/alat-pemisah-sampah-lahir-dari-semangat-coba-coba

Devika Asmi Pandanwangi , siswi pembuat Bra penampung ASI

173973_bra-penampung-asi-karya-devika-asmi-pandanwangi_663_382031012_JOGJA_Bra-Penampung-ASI-karya-anak-SMA_SUR-05

SEBUAH inovasi unik diciptakan Devika Asmi Pandanwangi. Siswi SMA Negeri 6 Kota Yogyakarta itu membuat karya yang bermanfaat bagi para ibu yang tengah menyusui, yaitu bra penampung air susu ibu (ASI). Ide itu berangkat dari pengalamannya saat memiliki adik bayi. Air susu ibunya sering terbuang percuma saat bepergian. ASI hanya merembes ke bra dan tidak termanfaatkan. Remaja yang memiliki hobi meneliti itu pun mencoba menciptakan alat agar ASI tidak terbuang percuma, bisa dimanfaatkan, dan tetap steril. Karyanya tersebut kemudian berhasil menjadi juara pertama dalam lomba National Young Inventor Awards (NYIA) Ke-5 yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, 25-26 September 2012 lalu. Berikut petikan wawancara [Move] dengan siswi kelas 11 itu di sekolahnya, pekan lalu. Apa saja alat-alat yang dipakai dalam Bra Penampung ASI? Bra penampung ASI di dalamnya ada [cup] yang terbuat dari plastik dan dasarnya terbuat dari silikon. Sengaja dibuat dari silikon agar si pemakai merasa lebih nyaman. [Cup-]nya juga dibuat berlubang agar udara dapat masuk sehingga ASI dapat turun dan mengalir ke dalam selang. Selang tersebut kemudian dihubungkan ke sebuah kantong yang dilapisi aluminium foil agar suhunya tetap terjaga dan bisa mensterilisasi ASI. Kantongnya ditempelkan di perut agar suhu ASI di dalam kantong sama dengan suhu tubuh si ibu. Bagaimana sistem kerjanya? Sistem kerjanya sederhana. Saat air susu ibu keluar dengan sendirinya karena tidak diminum bayinya, ASI yang menetes akan ditampung dalam [cup] dan mengalir ke dalam selang. ASI selanjutnya masuk dalam kantong aluminium foil yang diikatkan di perut ibu. Kantong ini mampu menampung 80 cc ASI.

ASI yang sudah keluar maksimal harus sudah diminumkan dalam 3-4 jam. Berapa lama kamu melakukan penelitian? Kurang lebih satu tahun, dari mulai [mikir-mikir] bahan yang cocok digunakan apa, sampai desainnya seperti apa. Kalau untuk membuatnya sih tiga minggu saja. Apa kesulitan yang dihadapi? Kesulitannya dalam menentukan bahan yang cocok agar ASI-nya tetap steril.

Berapa biaya yang dikeluarkan untuk membuat penelitian ini? Biaya yang saya keluarkan sekitar Rp200 ribu, sudah mencakup semua peralatannya. Biaya paling mahal sih untuk [cup-]nya. Awalnya saya sudah merancang, mendesain sendiri, dan memesannya. Tapi untuk memesan [cup] ternyata enggak bisa satu buah, harus 1.000 buah. Akhirnya saya mencari yang ada di pasaran. Di toko perlengkapan bayi saya menemukan cup yang sejenis tapi manfaatnya berbeda, lalu saya beli seharga sekitar Rp100 ribu, kemudian dimodifikasi sendiri. Apakah ini penelitian pertama kali? Tidak. Sebelumnya sudah banyak makalah penelitian yang saya kirimkan. Namun, baru kali ini lolos dalam tahapan final dan akhirnya mendapatkan juara pertama. Bisa diberi contoh beberapa penelitian sebelumnya? Sebelumnya saya pernah melakukan penelitian memanfaatkan air sebagai pengganti lensa kacamata dan memanfaatkan daun suji sebagai bahan pembuatan tepung. Bagaimana awalnya bisa menjadi peneliti? Sejak kelas 10, di sekolah kami sudah ada pelajaran dasar penelitian.

Dari situ, saya kemudian mendapatkan dasar-dasar untuk melakukan penelitian. Siapa saja yang membantu dalam mewujudkan karya ini? Orangtua dan guru pembimbing turut serta dalam pembuatan. Guru pembimbingnya Pak Rudy Prakanto dan Ibu Riadiani. Mereka guru biologi di sekolah. Sepulang sekolah sering kumpul, lalu konsultasi dengan guru pembimbing. Orangtua pun selalu membantu. Bagaimana awalnya bisa ikut lomba National Young Inventor Awards? Saya mengirim makalah dan hasil seleksinya diumumkan secara [online] dan diminta ke Jakarta. Ada sebanyak 25 finalis yang ikut dalam perlombaan ini.

Setelah juara, apa yang akan dilakukan dengan alat ini? Saya ingin menyempurnakan alat ini. Alat ini kan sekarang masih belum sempurna, agar lebih nyaman dipakai. Memangnya apa yang masih kurang? Yang kurang pada penghubung antarselangnya, karena bahannya terbuat dari plastik yang masih terasa keras. Rencananya akan diganti dengan bahan yang lebih lunak, biar nyaman digunakan. Kemarin-kemarin di sekolah, yang udah disempurnain kantong penampung ASI. Dibikin lebih kecil. Sudah pernah uji coba alat ini ke ibu-ibu menyusui lain, selain ibu sendiri? Kalau diuji coba baru sama ibu sendiri aja. Ke ibu-ibu lain belum pernah. Nanti saja kalau alat ini sudah sempurna.

Pengennya sih secepatnya juga dipatenkan. Tapi biaya hak ciptanya itu mahal, hehehe. Biasanya kan sama perusahaan-perusahaan. Menurut kamu, berapa kira-kira harga bra penampung ASI ini jika dijual ke pasaran? Kalau dalam penelitian ini kan, saya cuma beli satu [cup]. Ya nanti kalau udah diproduksi massal, kan [cup-]nya bisa pesan banyak, pastinya harganya bisa jauh lebih murah. Jadi harga bra ini kayaknya kurang dari Rp100 ribu. Kamu sudah beberapa kali menghasilkan penelitian, memang suka meneliti ya? Iya. Saya memang suka meneliti. Dalam waktu luang, saya sering kali berpikir tentang alat-alat yang bisa membantu aktivitas manusia. Jika besar nanti, apa cita-citamu? Menjadi ahli kimia karena memang suka. Nama: Devika Asmi Pandanwangi Tempat, tanggal lahir: Yogyakarta, 8 Juli 1995 Orangtua: Didik Asmiarto dan Epi Winarti Pendidikan: SMA Negeri 6 Yogyakarta kelas 11 Pencapaian: Juara I kompetisi ilmiah National Young Inventor Awards Ke-5

bra 183807_620


Sumber :

http://beta.mediaindonesia.com/news/2012/10/21/1159941/  dan  http://cdn.tmpo.co/data/2013/05/12/id_183807/183807_620.jpg

Hibar Syahrul Gafur , Sepatu listrik siswa Bogor menang lomba di Malaysia

20130513sepatu-listrik 51Hibar_sepatubuatanya_berita

Bogor (ANTARA News) – Hibar Syahrul Gafur (14) siswa kelas VIII SMPN 1 Kota Bogor ini sukses meraih medali emas dalam kompetisi International Exhibition of Young Investor (IEYI) yang dilaksanakan di Malaysia dengan karya ciptaannya sepatu listrik anti pelecehan seksual.

“Inspirasi awal datang dari seringnya pemberitaan kasus perkosaan dan pelecehan seksual di Indonesia dan juga di India, saya prihatin melihatnya. Jadi timbul ide membuat sesuatu untuk melindungi perempuan dari kejahatan pelecehan seksual,” kata Hibar saat ditemui di sekolahnya SMPN 1 Kota Bogor Jawa Barat, Senin.

Pada kompetisi itu, ilmuwan muda Indonesia meraih tiga medali emas dan dua perak.

Hibar, siswa berperawakan kurus tinggi ini, menuturkan, saat ide pembuatan sepatu listri muncul ia langsung mendiskusikannya dengan guru pembimbing ekstra kurikuler fisika yang ditekuninya.

Ide Hibar langsung disambut antusias sanga guru bernama Warsito yang mendampinginya membuat sepatu anti pelecehan seksual.

“Awalnya bukan sepatu, semacam celana dalam atau bra. Tapi setelah dikaji-kaji ternyata tidak terlalu aman, hingga akhirnya dipilih sepatu,” kata Hibar.

Hibar dibantu gurunya merangkai elektroda listrik yang akan dipasang pada sepatu “anti pelecehan seksual”.

Selama kurang lebih dua minggu Hibar dibantu gurunya menemukan rangkaian listrik untuk dipasangkan ke sepatunya.

“Kesulitanya itu untuk mengisi daya listriknya supaya bisa nyetrum, perubahan arus searah dan arus bolak balik itu yang sulit,” katanya.

Setelah menemukan rangkaian listriknya Hibar lalu memulai merancang jenis sepatu yang akan dipasangkan aliran listrik sebagai anti pelecehan seksual.

Untuk membuat sepatu Hibar mendatangi pengrajin sepatu di wilayah Ciomas. Berbekal model sepatu milik sang kakak yang menjadi contoh sepatu anti pelecehan seksual milik Hibar.

Setelah karyanya selesai, karya bungsu dari dua bersaudara itu sempat diikutkan dalam kompetisi tingkat nasional.

“Tapi justru di tingkat nasional karya Hibar ini tidak mendapat juara,” kata Budiman BW wakil kepala sekolah SMPN 1 Kota Bogor.

Meski tidak menang ditingkat nasional karya Hibar mendapat kesempatan untuk ikut dalam kompetisi IEYI ke-9 yang dilaksanakan di Malaysia.

Dalam ajang IEYI di Malaysia karya Hibar berhasil meraih emas untuk kategori Safety and Health.

“Ini menjadi kebanggan untuk kami sekolah kami dapat mengharumkan nama Indonesia di ajang internasional,” kata Budiman.

Menurut Budiman Hibar merupakan siswa berprestasi yang memiliki kegemaran terhadap pelajar eksat.

Hibar merupakan bungsu dari dua bersaudara, anak pasangan Kopral Jamaluddin dan Sri Hendrayanti.

Hibar merupakan siswa yang berasal dari kalangan orang tua sederhana dari bapak anggota Pusdikzi dan ibu rumah tangga.

Kakak perempuannya yang telah lulus SMK bekerja di sebuah pabrik. Hibar juga penerima beasiswa berprestasi dan beasiswa untuk siswa kurang mampu.***4***

sepatu


Sumber : Sumber : http://www.antaranews.com/berita/374471/sepatu-listrik-siswa-bogor-menang-lomba-di-malaysia

Agasha Kareef Ratam , Juara Matematika Di dunia , Cucu Habibie

agsha X2gyl9u

Agasha Kareef Ratam, usianya masih sangat muda baru 15 tahun dan merupakan alumnus dari SD Al-izhar Pondok Labu (Jakarta Selatan). Cucu dari mantan presiden BJ Habbie ini lahir di Boston 21 November 1997. Tapi, di kancah internasional Olimpiade Matematika prestasinya jangan diragukan lagi. Di kompetisi tingkat dunia ini dia sudah berkali-kali mengharumkan nama Indonesia. Bersama tiga orang temannya, Rezky Arizaputra (siswa SD Al Azhar 13 Rawamangun, Jakarta Timur) Nicolas Steven Husada (siswa SD Universal Jakarta Utara) dan Stanley Orlando (siswa SD Santa Ursula Jakarta) telah mengikuti Po Leung Kuk 13thPrimary Mathematics World Contest (PMWC) di Hongkong pada Juli 2010. Agasha berhasil merengkuh medali emas (Kategori tim) dan perak (kategori individual).

pmcw-2010-iproud

Agasha bersama tiga orang temannya, yaitu siswa dari SD Universal Jakarta Utara, Nicholas Steven Husada, siswa dari SD Al Azhar 13 Rawamangun Jakarta Rezky Arizaputra, dan siswa SD Santa Ursula Jakarta Stanley Orlando berhasil menjuarai Po Leung Kuk 13Th Primary Mathematics World Contest (PMWC) di Hong Kong. Dalam kompetisi ini Agasha dan rekan setimnya berhasil meraih medali emas untuk kategori tim dan perak pada kategori individu.
Tidak hanya sampai di situ saja, sebelumnya bersama rekannya juga dari sekolah lain, dia meraih 4 medali emas di Yogyakarta pada 8-14 November 2009 dalam Olimpiade Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam International Tingkat Dasar (IMSO) serta membawa Indonesia meraih juara umum dengan memboyong 6 emas dari 9 negara peserta. Lalu pada 27-30 Oktober 2009 dalam 3th Wizards at Mathematics International Contest (Wizmic) di Lucknow, India, Agasha juga mendapat penghargaan Overall Champion. Dan yang terbaru dalam ajang International Indonesia Mathematics Competition (IIMC) untuk jenjang SMP di Bali 18-23 Juli 2011, berhasil membawa Indonesia menduduki peringkat ketiga dari 28 negara yang menjadi peserta.

Sumber :

http://www.kaskus.co.id/thread/53424e61a2cb17b1028b45ce/inspirator-muda-yang-mengharumkan-indonesia/  dan  http://bypsikologi.blogspot.co.id/2015/04/agasha-kareef-ratam-cucu-mantan.html

Fahma & Hania: Pembuat Software Mobile Termuda di Dunia

fahma-hania

Siapa bilang anak Indonesia cuma bisa main game saja. Anak Indonesia juga bisa buat game. Fahma Waluya Rosmansyah (12) adalah anak Indonesia yang masuk jajaran pembuat game dan ”software mobile” termuda di dunia!

Setidaknya saat ia dan adiknya, Hania Pracika Rosmansyah (6), memenangi lomba pembuatan ”software” Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) International 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia, Oktober lalu yang diikuti 16 negara.

“Buktikan kalau kamu bisa bikin aplikasi ponsel dalam lima menit?” Tanpa banyak gerak, Fahma dan Hania berembuk, menyambut tantangan Kompas. Fahma memberikan pilihan binatang apa yang akan dibuatkan grafisnya. Seorang relawan, anak kelas I SD, meminta Fahma membuat kupu-kupu.

”Tapi kupu-kupu kan enggak ada suaranya!” kata Hania, siswa kelas I SD di Bandung.

Fahma langsung bekerja di laptopnya. Dengan software Adobe Flash, ia menggambar sebelah sayap kupu-kupu menggunakan tetikus, sayap satunya lagi tinggal menduplikasi sehingga tak lebih dari satu menit rancangan grafis kupu-kupu selesai. Fahma mewarnai kupu-kupu yang kelak bisa bergerak. Kurang dari empat menit, animasi sudah tercipta, tinggal memasukkan suara.

Hania benar, kupu-kupu tak bersuara. Namun, Fahma tak kehabisan akal, dari mulutnya keluar suara ”keplek-keplek….” Suaranya lalu ia dekatkan pada laptop agar bisa terekam. ”Ini bukan suara kupu-kupu, tetapi bunyi kepak sayapnya,” kilah Fahma.

Ketika aplikasi itu diputar kembali, animasi berdurasi 10 detik itu muncul: seekor kupu-kupu warna-warni yang terbang mengepak-ngepakkan sayap bersuara ”keplek-keplek….” Animasi yang dibuat anak Indonesia dalam waktu lima menit. Fahma, siswa kelas I SMP di Bandung ini, memenuhi janjinya.

”Biasanya Hania yang menjadi dubber, pengisi suara berbagai aplikasi untuk ponsel yang diciptakan kakaknya,” kata Yusep Rosmansyah, ayah kedua kakak-adik itu, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Aplikasi lain yang dibuat Fahma tidaklah sesederhana kupu-kupu bersuara keplek-keplek. Jauh lebih rumit karena dia harus menyesuaikannya untuk aplikasi mobile yang bisa dinikmati pada ponsel.

Beberapa software yang diciptakan Fahma untuk ponsel, antara lain, Bahana (Belajar Huruf Warna Angka), DUIT (Doa Usaha Ikhlas Tawakal), Enrich (English for Children), Mantap (Matematika untuk Anak Pintar), dan Doa Anak Muslim (Prayers for Children).

”Pada saat adik saya berumur tiga tahun, ia sulit mengenali huruf. Lalu saya buatkan aplikasi sederhana di ponsel yang memungkinkan dia mengenali huruf, warna, dan angka. Soalnya, adik saya suka main-main dengan ponsel ibu,” kata Fahma.

Tak aneh kalau Fahma lalu membuat aplikasi di salah satu jenis ponsel Nokia berjudul ”My Mom’s Mobile Phone As My Sister’s Tutor” (Ponsel Ibuku untuk Belajar Adikku). Aplikasi itu ia buat dengan menggunakan Adobe Flash Lite.

Aplikasi lainnya, Enrich (English for Children), memungkinkan seorang anak lewat ponsel mempelajari bahasa Inggris dengan mudah. Fahma mengambil tokoh ”kodok” berkulit hijau untuk aplikasi ini.

Ada pilihan nama binatang dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, seperti sapi untuk cow dan singa untuk lion. Ketika kata cow dimunculkan, ia akan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan terdengar suaranya.

Pada Enrich, selain binatang (animals), Fahma juga melengkapinya dengan buah-buahan (fruits), sayuran (vegetables), furnitur (furniture), dan tubuh manusia  (our body). Semuanya bisa diterjemahkan secara ulang alik dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan sebaliknya, lengkap dengan gerak, tulisan, suara, dan iringan musik.

Untuk kreativitas, Fahma tidak harus diajari oleh ayah atau ibunya, Yusi Elsiano. Contohnya saat Fahma membuat games mobile DUIT, ia memasukkan musik hasil permainan gitarnya.

Demikian juga pada Enrich dan Bahana, terdapat permainan gitar dia sendiri. Selain gitar, Fahma juga les komputer kepada seorang mahasiswa ITB, salah seorang murid ayahnya yang menjadi dosen ITB.

Yusep dan Yosi memberi peluang kepada kedua anaknya untuk berkembang. Semua karya Fahma tak ada yang dikomersialkan. Bahana dan Enrich bisa diunduh gratis di Ovi Store Nokia, sedangkan aplikasi lain bisa diunduh langsung dari blog milik ibunya, Perkembangananak.com.

Fahma mulai belajar aplikasi di Power Point saat duduk di kelas IV SD. ”Saya senang ngoprek dan nge-hack. Saya belajar Power Point sampai mentok sebelum belajar Adobe Flash untuk animasi,” kata Fahma yang memperdalam software untuk membuat aplikasi tiga dimensi dan belajar bahasa pemrograman C++.

Di APICTA, Fahma harus bertarung dengan siswa setingkat SMA. Ia mempresentasikan konsep di hadapan juri dengan aplikasi gerak buatannya yang memungkinkan presentasinya lebih menarik dan dinamis.

”Anak-anak Indonesia tak hanya bisa bermain PS (PlayStation), tetapi juga bisa membuat games sendiri yang keren,” kata Fahma tentang perlombaan yang diikutinya.

Software buatan Fahma dan Hania mengalahkan karya peserta dari negara lain dengan nilai ketat, yakni dengan karya peraih merit (runner up) SpringGrass karya Chung Hwa Middle School BSB (Brunei), Auto Temperature Descension Device by Solar Power karya Foon Yew High School (Malaysia), SimuLab karya Pamodh Chanuka Yasawardene (Sri Lanka), dan Destine Strategy karya Rayongwittayakom School (Thailand).

Pada akhir lomba, Fahma dan Hania menantang juri, sebagaimana ia menantang Kompas, mau dibuatkan animasi apa.

”Kok, anak ini berani menantang kami,” kata seorang juri, sebagaimana ditirukan Yusep.

Juri meminta Fahma dan Hania membuat gajah yang bisa bergerak lengkap dengan suaranya. Permintaan ini bisa diluluskan Fahma dalam waktu lima menit. Prestasi yang mendapat sambutan hangat juri dan peserta Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) saat itu.

”Saya bilang sama juri internasional, ’I have proven!’ Saya bisa buktikan bahwa anak-anak Indonesia tidak hanya bisa main games, tapi juga bisa bikin games sendiri,” kata Fahma.

Atas prestasi yang ”spektakuler” untuk anak-anak seusianya, Fahma dan Hania mencetak rekor baru sebagai peserta termuda yang berhasil meraih juara APICTA. Kedua kakak-adik ini juga tercatat sebagai pembuat aplikasi Nokia termuda di dunia!

fahmawaluyapemenanglombasoftware4 fahma-dan-hania

Sumber : https://indonesiaproud.wordpress.com/2010/11/10/fahma-hania-pembuat-aplikasi-nokia-termuda-di-dunia/

Ni Wayan Mertayani – Profil Anak Pemulung Berprestasi Dunia.

Ni-Wayan-Mertayani-Profil-Anak-Bangsa-Berprestasi

Kalau melihat ABG – ABG sekarang yang sok – sokan pakai Blackberry, pake behel, tenteng – tenteng kamera DSLR berharga puluhan juta yang belum tentu bisa memakai fitur – fitur didalamnya, rasanya saya risih dan muak sekali, apalagi mereka mendapatkan barang tersebut dari hasil merengek orang tuanya. Ini bukan tentang masalah iri tentang kekayaan. Ada baiknya kita simak sejenak berita yang saya copy paste dari beberapa website tentang kisah si Ni Wayan Mertayani – Profil Anak Pemulung Berprestasi Dunia

Profil-Ni-Wayan-Mertayani

Ni Wayan Mertayani: Gadis Pemulung dari Bali, Menang Lomba Foto Internasional Museum Anne Frank

Alur hidup Mertayani bisa dikatakan hampir mirip Anne Frank. Sama-sama hidup dalam tekanan, tapi penuh harapan dan cita-cita. Dan, ternyata Mertayani pun mengagumi Anne Frank setelah membaca bukunya yang sesungguhnya sebuah diary.

Ada kemiripan hidup antara Mertayani dan Anne Frank. Sama-sama ditekan dalam sebuah kondisi yang begitu menyulitkan. Bedanya, Anne yang keturunan Yahudi besar di bawah tekanan tentara Nazi pada masa itu, sementara Mertayani besar di bawah tekanan ekonomi.

Kondisi ekonomi yang sangat sulit memaksa Mertayani harus dewasa di usianya yang masih 14 tahun. Sehari-harinya, Mertayani membantu ibunya berjualan asongan di pinggir pantai selain menjalani tugas belajar sebagai siswi di SMPN 2 Abang. Kadangkala, dia ikut mencari barang rongsokan di tepi pantai.

Mertayani merupakan putri sulung almarhum I Nengah Sangkrib dan Ni Nengah Sirem. Sejak ayahnya meninggal, Mertayani tinggal bersama ibunya Ni Nengah Sirem dan adiknya Ni Made Jati. Sejak itu pula, tiga wanita ini berjuang untuk melanjutkan hidupnya dari hari ke hari dengan berjualan atau mencari barang rongsokan.

Aktivitas ini sama sekali tak pernah terbersit dalam benak Mertayani untuk dilakoni. Namun ketabahan ibunya dalam menjalani itu semua membuat Mertayani cuek terhadap cibiran di sekelilingnya. Dan, siapa menyangka, dari aktivitas mengasong dan mencari barang rongsokan, Mertayani justru kenal dengan para wisatawan. Termasuk Mrs Dolly Amarhoseija yang meminjamkan kamera digital serta mengajarkan Mertayani cara membidikannya.

Mertayani sendiri mengaku kagum dengan sosok Anne Frank. Sosok belia ini penuh dengan harapan dan cita-cita meski kenyataannya hidup dibawah tekanan. “Saya mulai mengaguminya (Anne Frank,Red) sejak membaca buku-bukunya,” kata Mertayani.

Dari bacaan itu juga, Mertayani seperti mendapat sokongan semangat bahwa hidup itu memang harus dijalani. Suka duka harus diarungi tanpa harus menanggalkan cita-cita atau harapan. Soal cita-cita, Mertayani sendiri mengaku hendak menjadi wartawan.

Apa yang dialami Mertayani itu ternyata tak berlebihan. Ibunya, Ni Nengah Sirem menuturkan bagaimana pedihnya membesarkan Mertayani dan adiknya, Ni Made Jati. Saat menerima kenyataan bahwa harus ditinggalkan suaminya, Ni Nengah Sirem harus berjuang seorang diri membesar dua putrinya.

Pernah sekali waktu, saat dirinya mencari rongsokan, Sirem dikerjai. Ceritanya, saat itu dirinya sedang sibuk mencari barang rongsokan di tepi pantai. Kemudian, ada seseorang mengatakan bahwa ada tempat yang banyak terdapat barang rongsokannya. Mendengar itu, Sirem langsung bergegas ke tempat tersebut. Tak dinyana, sesampainya di sana bukannya barang rongsokan yang ditemuinya, melainkan bangkai anjing. “Saya cuma bisa bersabar saja,” kata Sirem saat mendampingi Mertayani.

Meski hidup serbakekurangan, ada satu hal yang selalu diajarkan Sirem kepada dua orang puterinya yakni keikhlasan. Karena itulah rumah Mertayani kerap didatangi para wisatawan. Bahkan, sampai ada yang menginap dan Sirem harus menyediakan makanan dengan memotong beberapa ekor ayam peliharaannya.

”Tempo hari ada tamu cewek-cewek dari Italia. Mereka menginap di sini. Mereka nggak keberatan tidur di atas bale. Karena tempat tidur yang kami punya memang hanya itu saja,” pungkas Sirem.

Dengan prestasi yang diperoleh Mertayani, Sirem kini tambah semangat. Apa yang dia yakini dan lakukan selama ini ternyata tidak sia-sia. Dia pun berharap, anaknya itu bisa mewujudkan apa yang menjadi cita-citanya.

Foto-Menang-Ni-Wayan-Mertayani

Nl WAYAN MERTAYANI AYAM DAN MIMPI JADI WARTAWATI

Dengan langkah malu-malu, Ni Wayan Merta-yani, 14 tahun, menemui sejumlah wartawan di Radio Netherlands Training Centre di Hilversum, Belanda, Kamis pekan lalu. Dia hanya mengenakan jumper- jaket tipis bertutup kepala-berwarna abu-abu, kaus oblong, dan sepatu kets. Matanya langsung berbinar melihat para kuli tinta menyingkirkan udara dan angin dingin yang berembus kencang menggigit kulit. Maklum, Wayan amat terobsesi menjadi wartawati.

Buku The Diary of Anne Frank, tentang Annelies Marie FVank alias Anne Frank, menginspirasinya untuk rae-matri cita-cita terse-but Dolly Amarhosoija, tuns asal Belanda. adalah orang yang memperkenalkan gadis asal Ban-iar Biasiantang, Desa Purwakerti. Kecamatan Abang. Karangasem, itu dengan sosok Anne yang menjadi korban Holocaust di Amsterdam, Belanda.

Tak cuma buku, Wayan juga meminjam kamera foto milik Dolly. Dia membuat 15 foto dengan kamera itu. Jepretan terakhirnya adalah sebuah potret pohon ubi karet denganda -han tanpa daun yang tumbuh di depan rumahnya. Seekor ayam bertengger di salah satu dahan, serta handuk berwarna merah jambu dan baju keseharian yang dijemur di bawahnya.

Tak dinyana, foto sederhana itu memikat 12 fotografer kelas dunia dari World Press Photo yang menjadi juri lomba foto internasional 2009, yang digelar Yayasan Anne Frank di Belanda. Tema lomba yang yang diikuti 200 peserta itu adalah “Apa Harapan Ter-besarmu?” Wayan menjelaskan, ayam itu simbolisasi diri dan kehidupannya. “Ayam itu kalau panas kepanasan, hujan kehu-janan. Sama seperti saya,” ujarnya.

Sulung dari dua bersaudara ini memang berasal dari keluarga miskin. Ibunya, I Nengah Kirem, 52 tahun, sudah bertahun menderita ginjal dan ha-rus bekerja serabutan. Ayah Wayan telah meninggal. Mereka tinggal di gubuk berdinding bilik bambu dengan satu kamar tidur.

Untuk menopang kehidupan, tiap sore hingga gelap menyergap, pelajar kelas HI SMP Negeri 2 Abang, Karangasem, itu berjualan kue jajanan di Pantai Kadang. Jika dagangannya laku, dia bisa memperoleh pendapatan hingga Rp 50 ribu. Tapi lebih sering dia rugi karena banyak yang tidak bayar. “Atau kalau tak habis saya makan sendiri, jadi ya rugi,” ujar Wayan tersipu.

Dia mengaku punya puluhan ayam dan bebek serta beberapa ekor kambing. Ayam-ayamnya pun dibiarkan berkeliaran tak dikandangkan. Terkadang Wayan harus menyabit rumput untuk memben makan kambingnya sebelum berjualan. Namun, di sela kehidupan keras yang dilaluinya, Wayan biasa meluangkan waktu dengan membaca di perpustakaan milik Marie Johana Fardan, tetangganya yang warga Belanda pemilik vila Sinar Cinta di Pantai Amed.

“Sudah dua tahun dia menjadi langganan tetap perpustakaan. Dia menyukai buku Anne Frank itu,” ujar Marie, yang mengantar Wayan dan adiknya, Ni Nengah Jati, terbang ke Belanda.

Negeri Kincir Angin menjadi tempat pertama Wayan mengenal dunia di luar Bah. Wayan mengaku .senang bisa menjejakkan kaki di Belanda, yang menurut dia bersih, ramai, meski cuacanya kurang bersahabat. “Senang tapi makanannya tidak enak, mentah-mentah. Lebih enak jajanan saya,” ujarnya disambut tawa hadirin.

Dari Yayasan Anne Frank, Wayan menerima hadiah berupa kamera saku dan sebuah komputer jinjing dari Radio Netherlands Wereldomroep. Rencananya, jika Yayasan Anne Frank mengadakan acara di Bali, dia akan diundang untuk memamerkan foto-fotonya. Radio Netherlands juga menawarkan tempat untuk Wayan mengirim cerita pendek atau tulisan-tulisannya untuk disiarkan.

Wayan berharap bisa menyelesaikan sekolah dan mewujudkan cita-citanya menjadi jumalis. Sepulangnya dari Belanda, ia mendapat kabar gembira berupa kelulusannya dari ujian nasional. “Saya ingin membahagiakan ibu saya,” ujarnya sendu. Matanya bulat menerawang. Dia sangat sadar kemiskinan mengancam kelanjutan pendidikannya. “Anne Frank lebih susah hidupnya. Jika dia tak mengeluh, saya juga seharusnya tidak,” ujarnya kemudian.


Sumber: http://www.blog.binder724studio.com/?p=1284

Glenn Iriawan , angkat nama Indonesia di balap gokart Asia-Eropa

putra-minang-angkat-nama-indonesia-di-balap-gokart-asia-eropa-20140323151506

Pebalap muda berbakat Indonesia, Perdana Putra Minang, akan mewakili Indonesia untuk berlaga di kejuaraan gokart Asia, Eropa dan Academy Trophy (Eropa). Pebalap berusia 13 tahun mengaku siap mengharumkan nama Indonesia di dunia lewat balap gokart.

Tahun 2014 ini merupakan momentum bagi pebalap tim Red White Racing untuk membuktikan kemampuannya berlaga di Asia Max Challange (AMC), Rotax Euro Max 2014 serta Academy Trophy (Eropa). Untuk AMC akan ada 6 seri, Rotax Euro akan ada 4 seri dan Academy Trophy (Eropa) akan ada 3 seri.

“AMC merupakan fokus dan program perdana pada tahun 2014 ini. Perdana akan mengikuti 6 seri pada ajang tersebut. Untuk target, tentunya kami berharap menjadi juara umum. Pada seri pertama lalu, pertengahan Februari, dengan hasil menjadi juara satu, merupakan awal yang baik,” beber Glenn Iriawan,selaku manager tim Red White Racing.”Kenapa memilih AMC, karena kompetisinya lebih ketat. Untuk AMC, kami menargetkan Perdana sebagai juara sehingga bisa mendapatkan satu tiket untuk menuju ke grand final Rotax Max Challenge (RMC). Karena pada ajang ini, semua negara akan mengirimkan para juara umumnya untuk bertanding ke Grand Final RMC,” tambahnya.

putra-minang-angkat-nama-indonesia-di-balap-gokart-asia-eropa-4bccbe

Untuk kejuaraan Academy Trophy, Perdana murupakan satu-satunya wakil Indonesia yang akan berlaga di kejuaraan tersebut. Untuk kejuaraan Rotax Euro Max, hal itu dijalaninya guna menambah pengalamannya di kelas Rotax, untuk mempersiapkan kemampuan Perdana terhadap lawan-lawannya pada ajang Final RMC nanti.

“Rotax Euro ada 4 seri yaitu Belgia, Italia, Prancis dan Spanyol. Dari sini Perdana akan menimba pengalamannya untuk terbiasa berkompetisi dengan top level di Eropa dan seluruh dunia, supaya pada saat di Grand Final RMC Perdana sudah tidak canggung, itu alasanya kenapa kami memilih Rotax Euro Max tahun ini,” jelas Glenn. “Di usia yang terbilang muda, 13 tahun, masih akan ada 2 tahun lagi untuk dirinya berprestasi di kelas Junior. Dan Academy Trophy merupakan Program CIK atau event tahunannya CIK untuk pelatihan anak-anak dibawah usia 15 tahun,” papar Glenn.

putra-minang-angkat-nama-indonesia-di-balap-gokart-asia-eropa-f41a98

Program CIK ini adalah wakil dari negara, satu negara satu pebalap dan total ada 51 negara yang akan ikut dan tahun ini Indonesia diwakili oleh Perdana.

“Total ada 15 balapan pada tahun 2014 ini yang akan perdana ikuti. Sekolahnya juga tidak akan terganggu, kita sudah berkoordniasi dengan pihak sekolah. Dan dari jauh hari, kita juga sudah meminta ijin dan sekolahnya juga telah mendukung.” Pungkas Glenn.

Untuk persiapan Perdana dalam menghadapi seluruh kejuaraan yang di ikuti di tahun 2014 baik di Asia maupun di Eropa. Perdana juga mempersiapkan diri dengan melatih fisik untuk kebugarannya dengan menggunakan personal trainer khusus karting dan formula yaitu Dennis Van Rhee. Dimana perdana akan menjalani latihan fisik 3 kali seminggu bersamanya.


Sumber: http://www.merdeka.com/otomotif/putra-minang-angkat-nama-indonesia-di-balap-gokart-asia-eropa.html

Melody Grace Natalie dan Mariska Grace

Melody Grace Natalie

Mereka adalah anak bangsa yang mengikuti dalam ajang International Conference of Young Scientists (ICYS) 2013 yang diselenggarakan pada 15-22 April 2013 di Sanur, Denpasar, Bali. Pada ajang bergengsi untuk ilmuwan muda tersebut, Indonesia berhasil meraih lima medali yang terdiri dari dua medali emas, satu perak dan dua perunggu, serta tiga Special

Grace 1

Melody juga pernah mendapat penghargaan atas penemuannya dengan durian, biasanya setelah memakan durian kita pasti akan membuang kulitnya karena tidak berguna , taoi Melody berhasil membuat tas dari kulit durian.

                Wah itu termasuk penemuan besar ya, mari kita beri Applause buat Gadis SMA Yogyakarta ini!!

Science dengan penelitiannya yang berjudul Potential of Squid Eye Lenses as UV Absorber. Karya ilmiah yang diusungnya ini mengenai pemanfaatan mata cumi-cumi untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet. Sedangkan, Mariska Grace (SMAK Cita Hati) yang sama-sama meraih medali emas berhasil menjadi pemenang dalam kategori Environmental Science melalui penelitiannya yang berjudul A Novel Approach in Using Peanut Shella to Eliminate Copper Content in Water, dengan memanfaatkan kulit kacang untuk mengurangi kadar ion tembaga di dalam air. “Saya membuat sun block yang bisa dibuat simpel oleh nelayan, sehingga nelayan bisa terhindar dari kanker kulit,” ujar Melody Grace saat menjelaskan hasil penelitiannya.